Kamis, 29 Desember 2011

Menjadi Guru di Pelosok Indonesia

Menjadi guru di pelosok Indonesia


1.    Kondisi daerah

A.    Letak Geografis

Komunitas Tau Taa Wana yang menjadi sasaran studi ini adalah komunitas
yang bermukim di 11 lipu (satuan mukim komunal) dalam kawasan Aliran Sungai
Bulang --- sungai yang bermuara di sungai Bongka. Letak dan lokasi sebarannya
dapat diuraikan sebagai berikut:
• 5 Lipu terletak di kawasan aliran sungai Bongka (sungai utama DAS Bongka)
atau di sekitar mura sungai Bulang, yakni Vatutana, Lengkasa, Liku Layo,
Ratuvoli, dan Kanaso;
• 2 Lipu terletak di sekitar Sungai Bulang. Lokasi lipu ini tidak jauh dengan
lokasi pemukiman transmigrasi Bulang;
• 4 Lipu terletak di sekitar kawasan aliran sungai Salaki – sungai yang
bermuaran di sungai Bulang – yakni Kapoya, Kablenga, Salumangge, Sakoi.
Dari 11 lipu atau satuan mukim komunal tersebut, 5 diantaranya relatif
telah menetap meskipun sistem perladangannya masih berotasi, yakni Mpoa,
Tikore, Vatutana, Lengkasa dan Ratuvoli. Sedangkan 6 lipu lainnya, reltif masih
berotasi mengikuti sistem perladangan atau karena faktor kepercayaan atas
kematian. Jika ada anggota satuan mukim yang meninggal, lokasi lipu
dipindahkan ke lokasi lain atau bergabung dengan satuan mukim lainnya. 1)
Secara hidrografi, lokasi sebaran 11 Lipu komunitas Tau Taa Wana yang
menjadi sasaran studi ini, sebagaimana tampak dalam gambar 1, boleh dibilang
berada pada bagian hulu DAS Bongka. Kawasan DAS Bongka, sejak dahulu
memang merupakan wilayah sebaran utama Tau Taa Wana.

satuan mukim tersebar di sekitar kawasan gunung Katopasa, Kondoruang,
Rapambakalai, Rapansuala, Tokala, Pombero, Tomira, Kanato, Watumoana,
Salangar, Lumut, Sinara, Rapampue, Ngoyo Takumporu, dan gunung Rapampolu.
Dalam wilayah sebaran tersebut, letak wilayah kelola tradisional (wilayah
penguasaan) komunitas Tau Taa Wana yang menjadi sasaran studi, pada
koordinat 0107’ sampai 01029’ Lintang Selatan, dan 1210 45’ sampai 12207’ Bujur
Timur. Wilayah kelola itu, secara administratif terletak pada 3 (tiga) wilayah
pemerintahan kabupaten dalam provinsi Sulawesi Tengah, masing-masing:
Pertama; Kabupaten Tojo Una-Una yang meliputi Kecamatan Ampana Tete dan
Ulu Bongka, Kedua; Kabupaten Morowali yang persisnya berada di wilayah
Kecamatan Bungku Utara, dan Ketiga; Kabupaten Banggai, terutama berada di
wilayah Kecamatan Toili.


Lokasi satuan-satuan mukim (lipu/opot) Tau Taa Wana yang menjadi
sasaran studi ini, dapat dijangkau melalui pemukiman transmigrasi Dataran Bulan
dengan menggunakan kendaraan jenis Hardtop melalui dua arah, yaitu dari
Balingara Kecamatan Ampana Tete Kabupaten Tojo Una-Una, dan Kecamatan
Toili Kabupaten Banggai, masing-masing dengan jarak + 60 Km dan waktu
tempuh berkisar 5 – 7 jam. Selanjutnya dari pemukiman transmigrasi, lokasi lipu
terdekat (Mpoa dan Tikore), dapat ditempuh dengan gerobak dan berjalan kaki
sekitar + 1 jam perjalanan. Sementara Lipu/Opot lainnya hanya dapat dilakukan
dengan berjalan kaki melintasi kawasan aliran sungai dan pengunungan berkisar
5 – 12 jam perjalanan.




B.    Kondisi Lingkungan

Posisi kawasan hulu DAS Bongka sebagai wilayah sebaran Tau Taa Wana,
jika dilihat dari perspektif ekologis, merupakan daerah penyangga (buffer zone)
sekaligus koridor lintasan satwa endemic dari 3 kawasan konservasi utama di
jazirah timur Pulau Sulawesi, yakni Cagar Alam Morowali di bagian barat daya,
Cagar Alam Tanjung Api di bagian utara, serta Suaka Margasatwa Bangkiriang di
bagian tenggara.
Selain itu, karena letaknya di bagian hulu, sudah tentu pula berfungsi
sebagai catcment area (kawasan tangkapan air).2) Itulah sebabnya penetapan fungsi
hutan dalam DAS Bongka di dominasi oleh Hutan Lindung mencapai 135.842 Ha
(41.5 %).
Dengan dominannya hutan lindung, maka bisa dipastikan kondisi
kemiringannya pun didominasi pula oleh variasi ketinggian (altitude) 40 % ke
atas, yang ditandai oleh banyaknya barisan pegunungan yang melingkari
sejumlah dataran lembah berbukit dengan tingkat elevasi, berkisar antara 350 m –
2.630 m dari permukaan laut.
Keadaan iklim di Kawasan hulu DAS Bongka dapat diklasifikasikan
menurut iklim Oldeman, yakni klasifikasi iklim C2, dimana keadaan curah hujan
dengan bulan basah selama 5 – 6 bulan dan bulan kering 2 – 3 bulan. Curah hujan
rata-rata minimum pada bulan basah berkisar 200 mm/bulan, dan bulan kering
rata-rata maksimum 100 mm/bulan.4)










C. Keadaan Demografi

Dari segi demografi, komunitas Tau Taa Wana di kawasan hulu DAS
Bongka, agak sulit di identifikasi secara jelas di setiap lipu/opot. Penyebab utama
tidak lain adalah pergerakan kehidupan sistem rotatif perladangan berpindahpindah
yang relatif cukup tinggi dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Bahkan ada
beberapa lipu/opot yang hanya meninggalkan bekas puing-puing bangunan dan
tanda-tanda secara alamiah bekas lokasi lipu/opot, dan disamping itu
terbentuknya lipu/opot yang baru. Kelompok komunitas pada lipu/opot baru
inipun merupakan kumpulan satuan kepala keluarga yang berasal dari lipu/opot
yang terbangun sebelumnya.

Yang belum tersentuh program pemberdayaan KAT, berkisar antara 9.072 jiwa s/d 11.340 jiwa.
Di kawasan hulu DAS Bongka, khususnya pada lokasi studi, rata-rata
anggota komunitas Tau Taa Wana belum pernah bersentuhan dengan pendidikan
formal, baik anak-anak maupun orang tua. Hanya sebahagian kecil saja yang telah
mengecap pendidikan formal. Dari sebahagian terkecil itu pun, kebanyakan hanya
sampai tingkat SD.9)
Seperti umumnya masyarakat yang tinggal dan bermukim di hutan hujan
tropis, Tau Taa Wana pun tak asing lagi dengan penyakit malaria selain penyakit
kulit dan muntaber. Penyakit malaria, boleh dibilang telah menjadi penyakit
endemi. Sebahagian besar penduduk usia tua adalah pengidap malaria yang
sudah menahun, yang ditandai dengan pembengkakan limva. penyakit ini
menjadi sebab utama dari banyak kasus kematian di lipu-lipu Tau Taa Wana.
Secara tradisional, Tau Taa Wana memiliki pengetahuan meramu obat-obatan dari
tumbuhan hutan untuk mengatasi penyakit-penyakit tersebut, tetapi pada
tingkatan yang cukup parah, pengobatan dilakukan dengan melakukan ritual
“mobolong” untuk mengusir roh-roh penyebab penyakit, sebagaimana diyakini
dalam agama lokal mereka.



D. Keadaan Sarana dan Prasarana Umum dan Sosial

Sampai tahun 2003, komunitas Tau Taa Wana di lipu-lipu/opot-opot yang
menjadi sasaran studi ini, belum banyak tersentuh langsung oleh pelayanan sosial
dari pihak pemerintah setempat. Sarana dan prasarana umum dan sosial, boleh
dibilang merupakan hal asing bagi komunitas Tau Taa Wana yang menjadi
sasaran studi ini.
Satu-satunya sarana umum yang ada hanyalah sarana radio komunikasi
berupa Handy Talky (HT), Rick dan All Band, yang didukung oleh Pembangkit
Listrik Tenaga Surya (PLTS).12) Perangkat komunikasi radio ini merupakan
bantuan dari program pengembangan sistem informasi dan komunikasi kampung
bagi masyarakat dalam hutan, yang dikembangkan oleh Yayasan Merah Putih
(YMP) Palu bekerjasama dengan Rainforest Foundation Norway (RFN) pada tahun
2003 silam.
Untuk sarana dan prasarana lainnya seperti sekolah, puskesmas, pasar dan
jalan, meskipun telah dibangun oleh pemerintah, namun itu terutama hanyalah
diperuntukkan dan dibangun di Desa Bulan Jaya (desa transmigrasi). Dan dari
seluruh sarana dan prasarana umum dan sosial tersebut, pasar dan puskesmas,
adalah prasarana yang mulai pula dimanfaatkan oleh Tau Taa Wana.
Pasar di Desa Bulan Jaya, rutin sekali seminggu (hari pasar) dimanfaatkan
oleh Tau Taa Wana untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari serta menjual hewan
ternak, madu, dan hasil kebun. Sedangkan “puskesmas” baru dimanfaatkan jika
penyakit-penyakit yang diderita Tau Taa Wana sudah sampai pada tingkatan yang
cukup parah yang tidak dapat lagi diobati dengan metode tradisional.





E. Mata pencaharian
Pertanian merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk dengan padi sebagai tanaman utama. Kopi, kelapa, kakao dan cengkeh merupakan tanaman perdagangan unggulan daerah ini dan hasil hutan berupa rotan, beberapa macam kayu seperti agatis, ebony dan meranti yang merupakan andalan Sulawesi Tengah.



2. Rencana kerja
 Suku wana merupakan suku terpencil yang berada di sulawesi tengah, mereka tidak mempunyai agama karena memang mereka tidak mengetahui agama, seperti contohnya islam. Agama dilihat sebagai suatu lembaga yang terpisah dari kehidupan cultural, dan merupakan ide yang dimasukan dari luar.  penyiaran agama modern ke suku Wana membuat mereka benar-benar sadar bahwa pemerintah Indonesia umumnya menginginkan mereka untuk memeluk agama modern, yaitu Islam  atau Kristen dan harus meninggalkan kepercayaan tradisional mereka.Oleh karena itu saya ingin mengenalkan agama islam pada penduduk suku wana. Mengubah cara pandang mereka terhadap agama, bahwa agama merupakan jati diri setiap insan.
Saya akan mengenalkan agama islam pada penduduk suku wana, seperti mengapakita prlu beragama, dan pentingya agama bagi kehidupan. Saya akan mengajarkan tentang tata cara shalat, mengajarkan berpuasa, dan tentang tata cara berpakaian yang baik.
Cara pengajaran yang ingin saya terapkan :
1.    Shalat
Saya akan menjelaskan tentang kapan saja waktu menjalankan shalat, seperti kapan waktu isha. Subuh, zuhur.ashar, maghrib, dan juga membuat tempat khusus seperti mushola untuk sarana pembelajaran, mempraktekan langsung tentang bagaimana cara berwudhu, gerakan-gerakan shalat.
Saya akan mengajak untuk shalat berjamaah di setiap waktu shalat.

2.    Puasa
Dalam pengenalan puasa saya akan mulai dengan penjelasan bagaimana cara menjalankan puasa, apa saja yang membatalkan puasa, kapan saja waktu diperbolehkannya berpuasa.
 



3.    Harapan

Saya berharap ini dapat menjadikan sebuah pemelajaran baru untuk saya, untuk lebih banyak membagi ilmu ada siapa saja yang membutuhkan.

Untuk masyarakat saya berharap dapat meninggalkan kepercayaan yang selama ini di anut, dan memilih untuk memeluk agama islam. Saya juga mengharapkan masyarakat dapat menanamkan nilai agama di dalam kehiduan bermasyarakat. Contohnya dalam menjalankan shalat. Dari semua harapan saya, yang terbesar adalah agar masyarakat dapat hidup lebih baik dari sebelumnya.



http://infosulawesitengah.wordpress.com/masyarakat/

Rabu, 09 November 2011

tugas 2 (masakan gudeg)


PENDAHULUAN
     Seperti yang kita ketahui, di Indonesia ini terdapat kuliner-kuliner khas Indonesia yang beraneka ragam dan tidak sedikit diantaranya yang sudah mendunia.  Kuliner-kuliner Indonesia pun merupakan salah satu factor yang menarik para wisatawan untuk mengunjungi Indonesia.  Dalam artikel ini, kami akan membahas salah satu kuliner Indonesia yang cukup terkenal, yaitu Gudeg.
Siapa yang tidak mengenal Gudeg? Makanan khas dari Yogyakarta ini begitu moncer di jagad Indonesia, sebagai makanan khas rakyat Mataram. Bagi sebagian masyarakat asli Yogyakarta, terutama yang lahir sebelum era kemerdekaan, Gudeg ternyata telah menjadi makanan sehari-hari. Mereka menyebutnya sebagai lauk pauk yang berasal dari gori (nangka muda), rasanya manis dan gurih, karena tambahan bumbu arehnya (santan kental) dan ampas minyak kelapa (klendo) yang begitu lezat. Gudeg akan semakin menggairahkan jika ditambah lauk pauk seperti tahu, sambal krecek, dan daging ayam.
Gudeg, makanan khas jogja ini adalah salah satu makanan khas yang diminati oleh beberapa orang, rasanya yang khas dan manis membuat orang mudah ingat dengan makanan yang satu ini, gudeg adalah buah nangka muda (gori) direbus di atas tungku sekitar 100 derajat celcius selama 24 jam untuk menguapkan kuahnya. Sebagai lauk pelengkap, daging ayam kampung dan telur bebek dipindang yang kemudian direbus. Sedangkan rasa pedas merupakan paduan sayur tempe dan sambal krecek.
Gori atau nangka muda, adalah bahan baku utama gudeg yang lebih umum dikenal. Sebab di masa lalu, bahan baku ini sangat mudah diperoleh di kebun-kebun milik masyarakat Jogyakarta, dulu orang Jogya hanya mengenal satu jenis gudeg, yakni gudeg basah. Gudeg kering dikenal setelahnya, sekitar 57-an tahun dari saat sekarang ini. Hal ini setelah orang-orang dari luar Jogja mulai membawanya sebagai oleh-oleh. Keuntungannya, gudeg pun tumbuh sebagai home industry makanan tradisional di Jogja.


SEJARAH
Banyak wisatawan yang berkunjung ke Jogja dan rasanya kurang lengkap jika belum menyantap gudeg di tempat ini. Tidak hanya rasanya tapi juga kemasan gudeg atau oleh-oleh khas Jogja ini dikemas menarik dengan menggunakan ‘besek’ (tempat dari anyaman bambu) atau menggunakan ‘kendil’ (guci dari tanah liat yang dibakar). Melengkapi sajian nasi gudeg akan lebih pas disertai minuman teh gula batu. Dijamin Anda akan ketagihan.
Jika ditelusuri lebih mendalam, ternyata masyarakat yang telah berusia lanjut lebih mengenal Gudeg basah daripada Gudeg kering, seperti yang saat ini dijual sebagai oleh-oleh karena relatif lahan tahan lama. Sebagai makanan tradisional khas masyarakat Yogyakarta, Gudeg bukan berasal dari dalam lingkungan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Jadi, tidak seperti anggapan yang selama ini muncul di masyarakat umum yang belum mengetahui sejarah.
Pada masa lalu, bahan baku Gudeg, yaitu Gori atau Nangka muda sangat mudah diperoleh di kebun-kebun milik masyarakat Yogyakarta. Saat ini, kita mesti ke daerah perkampungan yang jauh dari kota, jika ingin mendapatkan Nangka muda. Selain Gori, ada pula bahan lain untuk membuat Gudeg, yaitu Manggar (pondoh kelapa). Ada pula Gudeg yang dibuat dari Rebung (anakan pohon bambu). Kedua bahan yang terakhir disebut itu sudah amat langka dibuat menjadi Gudeg.
Seperti dijelaskan di depan, masyarakat Yogyakarta, dahulu hanya mengenal Gudeg basah. Menurut beberapa kalangan, Gudeg kering baru dikenal setelahnya, sekitar enam dasawarsa yang lalu. Jadi, ada kemungkinan, munculnya Gudeg kering itu disebabkan oleh banyaknya masyarakat dari luar Yogyakarta yang mulai membawanya sebagai oleh-oleh. Munculnya Gudeg kering ini justru memberikan keuntungan tersendiri bagi masyarakat Yogyakarta, sebab segera bermunculan home industry makanan tradisional Yogyakarta, dan sebagai daya tarik pariwisata yang sangat menggiurkan.


Dalam beberapa cerita, Gudeg pertama kali muncul pada saat pasukan Sultan Agung kali pertama menyerbu Batavia, sekitar 1726-1728, yaitu sebagai bekal perang karena Gudeg tahan lama. Akan tetapi, tidak ditemukan literatur yang menyatakan demikian. Lagi pula, seperti yang dijelaskan di depan, masyarakat Yogyakarta (Mataram) dahulu belum mengenal Gudeg kering (besek atau kendil) yang tahan lama.
Sebagaimana tercatat dalam sejarah, penyerbuan pertama ke Batavia pada 1726-1728, pasukan Sultan Agung mengalami kekalahan. Penyebab kekalahan tersebut adalah kelaparan, banyak pasukan yang meninggal akibat kekurangan bekal makanan. Untuk menanggulangi masalah tersebut, pada penyerbuan kedua, pasukan Sultan Agung membuat daerah-daerah logistik, terutama beras, di kawasan Pantura. Sedangkan lauk pauknya adalah apa saja yang bisa dimasak di wilayah logistik tersebut. Jadi bukan membawa bekal lauk Gudeg.
Hingga saat ini, belum diketahui secara jelas tentang sejarah Gudeg. Hal ini tentu sama dengan sejarah awal mula munculnya kawasan masakan khas (Gudeg) di dekat lingkungan Kraton Yogyakarta (kawasan Benteng di Jalan Wijilan). Mungkin saja, apa yang dituturkan di depan sama sekali berbeda dengan yang sesungguhnya terjadi. Begitulah sejarah yang tak kita saksikan sendiri.








BAHAN-BAHAN PEMBUATAN GUDEG

Bahan:
  • 500 gram nangka muda merah
  • 50 gram daun singkong
  • 8 lembar daun jati
  • 5 buah cakar ayah
  • 500 ml santan dari ¼ butir kelapa
  • 3 lembar daun salam
  • 2 cm lengkuas
Bumbu halus:
  • 10 butir besar (+ 60 gram) bawang merah
  • 2 siung bawang putih
  • ½ sendok makan ketumbar
  • 1 sendok teh garam
  • 100 gram gula merah sisir
Areh:
  • 750 ml santan kental
  • 1 sendok teh garam

Cara Membuat:
Olesi pisau dengan minyak goreng. Kupas nangka dan bersihkan getahnya, lalu cacah kasar. Rebus daun singkong hingga setengah matang, tiriskan, peras airnya.  Tutup rata dasar panci dengan 6 lembar daun jati. Masukkan nangka muda dan cakar ayam ke dalam panci. Tuang santan cair, masukkan bumbu halus, daun salam, lengkuas dan daun singkong.
Tutup bagian atasnya dengan 2 lembar daun jati, lalu tutup panci. Masak dengan api sedang sampai mendidih, lalu kecilkan api. Masak + 6 jam atau sampai nangka berwarna kecokelat-cokelatan sambil sesekali di aduk. (jika suka, masak terus hingga gudeg kering sesuai selera).

Areh: campur garam dengan santan kental. Masak dengan api kecil + 30 menit hingga areh berminyak dan mengental. Yuang ke atas gudeg yang sudah matang.
Sajikan dengan sambal krecek, opor campur dan sambal terasi goreng.




KESIMPULAN
      Gudeg merupakan makanan khas daerah Yogyakarta yang sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat Indonesia, yang kabarnya sudah mulai mendunia, contohnya Negara Malaysia dan Thailand.  Gudeg adalah makanan yang berbahan dasar nangka dengan bumbu - bumbu khas Indonesia yang bercita rasa manis.  Gudeg biasanya disajikan dengan telur, lalapan dan sambel.  Terdapat 2 jenis gudeg, yaitu gudeg basah dan gudeg kering.  Gudeg bisa dinikmati oleh semua kalangan di Indonesia, sehingga gudeg merupakan salah satu makanan khas Indonesia yang cukup digemari.








 Sumber :http://hudazoneeating-eating.blogspot.com/2010/05/gudeg.html



P29-10-11_14-30.jpgimage_0011.jpg



P29-10-11_14-27.jpgP29-10-11_14-28.jpg


Selasa, 08 November 2011

makanan khas Belgia


PENDAHULUAN

Kerajaan Belgia adalah sebuah negara yang terletak di bagian barat dari benua Eropa. Belgia merupakan salah satu pencetus terbentuknya Uni Eropa dan saat ini Brussel (ibu kota Belgia) menjadi ibu kota Uni Eropa dan termasuk juga organisasi internasional dan regional lainnya, seperti NATO. Belgia memiliki luas 30.528 km² dan populasi penduduk ±10,5 juta jiwa. Terletak di antara dua perbatasan budaya yaitu Jermanik dan Latin. Belgia terdiri dari dua kelompok etnik utama yaitu Flanderen dan Perancis (Wallonia), yang mana sebagian besarnya adalah Walloon, dan sekelompok kecil pelafal Jerman. Ditinjauan secara geografis, Belgia berbatasan dengan Belanda di utara Flanders dan Perancis  di bagian selatan Wallonia.
 Kerajaan Belgia memiliki 3 bahasa resmi, yang dengan urutan jumlah penuturnya dari yang terbanyak ke yang paling sedikit ialah bahasa Belanda (59%)Perancis (40%), dan Jerman (1%). Sejumlah bahasa tak resmi dan minoritas juga dituturkan, seperti bahasa walloon,pikarcd , Champenois,Lorrain , yiddish, dll. Juga ada bahasa yang dipertuturkan oleh kaum imigran yang datang ke Belgia, seperti bahasa Arab, Spanyol, Portugis, Italia, Lingala, turki, dll.
Belgia memiliki berbagai maca ciri khas. Salah satunya akan ada pada pembahasan di bawah ini. Mengenai makanan, tempat wisata, dll.

INTI

Jika menyebut nama 'waffle' langsung terbayang adonan kue yang empuk dengan bentuk segi empat  atau bundar dengan motif kotak-kotak. Motif kotak-kotak ini menjadi ciri khas makanan khas Belgia ini.  Biasa disajikan untuk sarapan atau camilan di sore hari. Waffle khas Belgia memiliki keunikan tersendiri. Berbeda dengan wafile kebanyakan, keunikan tersebut terletak pada teksturnya yang renyah. Selain pancake, waf-Be termasuk kudapan yang cukup digemari saat ini. Bahkan, tidak sedikit restoran yang menyajikan menu berbentuk kotak mini ini sebagai sajian unggulan mereka.
Buat penggemar crepe atau pancake harus mencicipi kue yang satu ini. Berasal dari Belgia, bentuknya segi empat dengan tekstur empuk dan kotak-kotak. Enak digigit hangat dengan krim segar, selai buah atau sirop maple,dengan cetakan dari logam. Waffle Belgia dicetak bentuk segiempat besar. Sedangkan gaya Skandinavia dicetak bentuk hati. Orang Amerika senang mencetak bundar dan tipis. Sebenarnya di Belgia dikenal 3 jenis waffel; brussel waffle, liege waffle dan stroopwafel. Waffel ini kemudian dibawa ke mancanegera dan selalu dikenal dengan nama waffle Belgia. Disajikan hangat dengan selai buah, mentega, krim segar dan sirop maple.

Waffle dibuat dari adonan tepung terigu, telur, susu dan baking powder serta gula pasir. Adonan yang kental, mirip adonan pancake ini kemudian dicetak
adonan yang empuk dan manis gurih ini ternyata enak diberi aneka topping. Bisa gula bubuk, saus cokelat, saus buah, saus karamel, sirop maple, krim kocok, dan selai kacang. Kalau ingin lebih komplet bisa diberi topping aneka es krim dan potongan buah segar. Pastinya rasanya jadi makin seru.






http://kemoning.info/blogs/wp-content/uploads/2009/05/parc-paradisio.jpg

Parc Paradisio, dibangun di tahun 1993 di tengah sisa bangunan kastil tua (chateau) , yang di awal pendiriaannya merupakan sebuah taman wisata burung, namun dalam perjalanannya berkembang tidak hanya menjadi taman wisata burung melainkan juga menjadi taman konservasi flora dan fauna, dengan koleksi sekitar 3500 species binatang dan sekitar 1.500-an species tanaman dan tumbuhan. Uniknya jenis tumbuhan yang ada di taman Parc paridisio tidak hanya jenis tanaman yang biasa di jumpai di negara bermusim dingin melainkan juga ada jenis tanaman tropis seperti pohon pisang  yang banyak di
n binatang se-Eropa. Namun demikian, menurut penuturan pemilik Parc Paradisio Mr. Eric Domb, beliau lebih suka menyebut Parc Paradisio bukan sebagai sebuah kebun binatang (jumpai di Indonesia.

Parc Paradisio di samping giat berburu segala jenis tumbuh-tumbuhan dari berbagai dunia untuk di tanam di areanya, yang di komandoi oleh Direktur Botanical Mr. bertrand Pettiaux, Parc Paradisio juga giat berburu segala jenis binatang dunia untuk di lestarikan di areanya, yang di pimpin oleh Direktur Zoological + Scientific  Dr. Steffen Petzwall . Oleh karenanya Parc Paradisio saat ini merupakan anggota asosiasi kebuZoo Parc), melainkan lebih tertarik menyebutnya dengan nama “Emotion Park”. Kata Taman Emosi/Kejiwaan lebih tepat menggambarkan perasaan yang ada di dalam hati para pengunjung ketika di ajak kembali ke alam mengunjungi dan mengelilingi Taman ini, karena perasaan seperti itulah yang di dapati oleh Mr. Eric Domb ketika pertama kali mengunjungi taman ini di tahun 1992 hingga akhirnya memutuskan untuk menghabiskan seluruh sisa hidupnya di taman ini. 

Sejak tahun 2000 Parc Paradisio, tidak saja menjadi menjadi pusat rekreasi yang menawarkan keakraban alam, tumbuhan, binatang, dan manusia tapi juga taman budaya yang mengibarkan promosi permanen bagi pariwisata, dengan menampilkan miniatur dari kebudayaan yang unik dari berbagai negara di belahan dunia ini. dimulai dengan di bangunnya Taman Wisata China (Chinees Garden) yang pembangunannya selesai di tahun 2005, kemudian di tahun 2006 di susul dengan pembangunan Taman Wisata Indonesia (Indonesian Garden), yang mana di dalamnya  berdiri Pura Bali yang bernama Puri Agung Shanti Buwana, yang ukurannya sama sebesar ukuran pura besar di Bali. Uniknya disain Puri Agung Shanti Buwana di bangun di atas tanah sawah bertingkat, terasering (berundagi / pundukan) seperti persawahan yang ada di bali, seperti tampak di gambar berikut. disamping itu berdekatan dengan Pura terdapat candi besar yang mirip candi Prambanan dengan Roro Jongrang yang menjulang tinggi.






Kesimpulan

Setiap Negara memiliki kebudayaan dan suku yang beragam. Memiliki ciri khasnya masing-masing, mulai dari makanan, tempat wisata, dan lain sebagainya. Belgia contohnya, belgia merupakan salah satu Negara yang terletak di benua Eropa. Belgia memiliki cirri khas tersendiri, contohnya dalam bidang makanan. Waffle merupakan makanan khas belgia yang berbentuk persega empat dengan motif kotak-kotak atau bergaris-garis.
Selain dalam bidang makanan, Belgia juga memiliki tempat wisata yang belum banyak orang mengetahuinya. Contohnya saja Park Pardisio yang di bangun pada tahun 1993. Park Paradiso pada awalnya adalh sebuah taman burung, namun sekarang berkembang menjadi tempat konservasi flora dan fauna denga koleksi sekitar 3500 spesies binatang an sekitar 1500-an spesies tumbuhan.